Tak Ada Siswa yang Bodoh

Baru saja kemarin tanggal 25 November seluruh rakyat Indonesia merayakan hari guru, meskipun kenyataannya hanya segelintir saja yang sadar akan hal ini. Kemana kah rasa bangga kita terhadap 'Kuli Kapur' tersebut?


Dewasa ini guru mungkin sudah tergeser dari kata pengabdian, apalagi yang katanya disini (Jakarta) kita memiliki banyak sekolah Internasional, tentu gaji guru tak lagi seperti sekarung beras atau setandan pisang seperti jaman dahulu. Kini guru pun menjadi profesi yang diharapkan banyak orang, terbukti saat CPNS Pemda tahun ini, lowongan guru hampir mencapai angka ratusan, luar biasa.

Disini perlu kita perhatikan, bahwa banyak orang yang ingin menjadi guru, namun lihatlah anak didik kita saat ini makin banyak yang terlihat begitu anarkis bahkan melampaui free sex (kasus video porno SMP). Hal ini tentu menjadi perhatian penting bahwasannya guru bukanlah sebagai pengalir ilmu saja, namun lebih dari, lebih dari mengajar.

Sekolah adalah pendidikan, dari kata dasar didik yang berarti di sekolah lah pembentuk karakter dan tingkah laku. Dalam ilmu sosial, jiwa seorang anak akan tercermin dari 5 orang paling dekatnya, entah itu di rumah ataupun di sekolah. Apabila hal tersebut terjadi di sekolah rasanya kita perlu merestorisasi lagi fungsi guru untuk mendidik.

Mendidik adalah proses dimana guru tidak hanya melihat nilai-nilai kognitifnya saja, namun melihat dari afektif dan psikomotorik. Hal tersebut sudah dimulai sejak tahun 2005. Namun tetap saja ada siswa yang tak mapu menyelesaikan masalah, baik soal ataupun pergaulan. Sebenarnya kita tidakbisa menyalahkan kalau siswa tersebut bodoh, karena mereka semua terlahir begitu sempurna hingga waktunya kita membatasinya.

Orangtua adalah guru nomor satu, guru yang mengajarkan kita membaca dan menulis pada awalnya. Apalagi orangtua bertindak penuh dalam mencerminkan tingkah laku anaknya di rumah. Perhatikan lah disaat anak marah atau kesal, disitulah cerminan orangtua sesungguhnya. Maka saya selalu berpesan bahwa "anak itu cerminan kita, maka dari itu lawanlah diri kita dahulu baru kita bisa menyadari bahwa ternyata kita telah mempengaruhi si kecil dengan kelakar buruk kita."

Guru yang di sekolah juga merupakan sektor utama, disaat anak menghabiskan waktu hingga 9 jam disekolah, tentu waktu yang cukup panjang dan sangat mampu membentuk karakter anak. Sekali lagi guru tak hanya sebagai media ilmu, tapi juga contohsifat dan tingkah laku. Bagaimanapun panutan seseorang yang sedang labil adalah orang terdekatnya, karena gengsi atau juga malu.

Jadi sebenarnya tidak ada murid yang bodoh, hanya saja orangtua dan guru yang tidak sadar bahwa diri mereka telah menggali lubang kubur masa depan anak. Mari kita renungkan kembali, kita rasakan kembali apa yang harus kita perbuat. Saya pribadi pun kadangsuka kesal bila anak ajar tidak mengerti tapi ternyata itu membuka mata hingga akhirnya anak ajar saya kini tumbuh kian cerdas, meskipun saya kini pensiun diri dari guru privat. Mendidik adalah langkah besar dari mengajar.

Selalu Senyum,
Freddy Yakob

Postingan Populer