Penjara Itu Mengajariku
Jalan-jalan, nyicip
makanan, dan bisa foto-foto keren di belantara zamrud khatulistiwa adalah
harapan yang tiba-tiba saja mengajak saya ke dalam perkuliahan jurnalistik.
Berharap bekerja di media dapat melakukan hal yang katanya anak muda banget!
Alhasil, setelah menyelesaikan di penjara sekolah, saya melanjutkannya ke
penjara berikutnya, yakni perguruan tinggi dengan ruang Ilmu Komunikasi.
Di ruang ini saya menemukan banyak hal yang tidak
disangka-sangka. Ibarat pelangi yang hadir setelah mendung, ini bagaikan udara
tanah basah yang terasa begitu segar, sejuk, dan menenangkan. Banyak hal yang
dipelajari, tidak hanya sekedar pandangan mata, namun teras hingga seluk beluk
nadi, mengalir deras membuat merinding. Ternyata saya tidak salah memilih untuk
masuk ruang tersebut.
Meski terbilang muda dalam ukuran ilmu pengetahuan, namun
komunikasi merupakan sebuah pergerakan progresif, apalagi setelah teknologi
mendukung agar ilmu ini terus bergerak progresif. Pada dua tahun lalu setelah
menyelesaikan di penjara perguruan tinggi, ternyata dikembalikan lagi posisi
saya yang harus berada pada penjara level lebih ganas, paska sarjana.
Ini terjadi karena memang ada dukungan dana yang cukup dan
waktu yang masih luang. Alhasil kini saya berada tempat dimana harus
benar-benar percaya agar keluar dari penjara ini. Caranya pun relatif, hanya
menyelesaikan laporan yang saya tahu saja, susah gampang susah. Tapi buat
kalian yang baca tulisan nggak puguh
ini, percayalah, penjara tersebut
merupakan cikal bakal dimana kalian akan tetap melanjutkan sejarah.
Katanya…
Harapan itu selalu ada,
Mimpi selalu gratis,
Keinginan selalu jadi nafsu,
Saat itu kita tidak berada zona yang aman,
Karena selalu ada masa depan yang menghantui.