Pilar Kelima Tanpa Kedewasaan

"Kekuatan terbesar di wilayah politik dan masyarakat nanti berada pada pilar kelima, setelah pilar keempat (Media) telah menjadi kendaraan para politic player." 

Itu pernyataan yang saya lontarkan disaat ditanya pada sesi wawancara seleksi CPNS Setneg 2013. Pilar kelima menjadi hal yang baru, bahkan banyak yang tidak mengakuinya. Pilar kelima ini yang ternyata memboyong Jokowi Ahok menduduki balai kota. Lalu membawa Jokowi menjaid Presiden RI ketujuh.

Pilar kelima yang di maksud adalah media sosial. Pada saat itu membicarakan hal-hal berkaitan dengan online masih belum terlalu masif. Teknologi masih terbilang mahal, akses internet yang masih lambat. Namun hal tersebut kini telah usang, tak laku. Teknologui dapat dibeli hanay dengan keringat selama sebulan. Pulsa dan internet bukan lagi barang mahal, bahkan bisa menaham lapar dibanding menahan internetan.

Namun pandangan orang objektifis akan memandang bahwa ini merupakan dampak buruk bagi masyarakat. Dampak akan politik ataupun budaya dalam masyarkat yang saat ini sangat nyata terlihat. Dengan cepat dan tiba-tiba begitu banyak yang menjadi hakim atas setiap pemberitaan yang muncul. padahal medianya juga tidak kredibel. Bisa dikatakan medsos menjadikan setiap orang hilang kepribadiannya, bisa tiba-tiba menjadi suci, bisa tiba-tiba mengerti hukum, bahkan lebih hebatnya lagi bisa ngata-ngatain pemimpinnya dengan sumpah serapah yang tak pantas dengan konon budaya saling menghormati Indonesia.

Kalau saja Ibu Pertiwi adalah manusia, hanya akan menyisakan air mata. Bagaimana tidak kini hanya masalah gubernurnya bukan seiman menjadi masalah. Hanya karena presiden pilihannya tidak menang masih diteruskan dihujat. Terlalu banyak cercaan malah bukan memperbaiki nasib bangsa ini.

Contoh saja dengan dollar yang makin menghimpit rupiah. Sederhananya rupiah bisa melorot seperti sekarang karena memang menurunnya kepercayaan terhadap Indonesia. Jangankan orang asing, toh kita sendiri masih sering berkoar akan kepentingan pribadi, bukan bersama. bukankah saat pelajaran kewarganegaraan/PPKN/PMP/lainnya selalu keluar pertanyaan ini: "Manakah yang perlu didahulukan, kepentingan pribadi atau bersama?? katanya berjiwa sosial!"

Semoga pengguna medsos makin dewasa dalam menghadapi hal-hal demikian. CAra tepatnya adalah membuat opini yang baik, atau bisa menulisnya di koran. Tapi tolong satu hal jangan malah memprovokasi, bukannya fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan Renungi bahwa norma harus tetap ada meski dunianya maya.

Postingan Populer