Kebersamaan dalam Kebhinekaan

Bersama tak harus sama, sebuah slogan kreatif dan menghentak dari iklan rokok yang tidak dipungkiri memang benar adanya. Begitu pula saya memulai pembahasan tentang Ramadhan yang (selalu) berbeda pemikiran tentang awal dan akhirnya. Terkait itu adalah Muhammadiyah dan Nahdathul Ulama.

Persoalan tentang awal puasa dan akhir puasa kadang menjadi silogisme tersendiri di Indonesia. Antara kedua organisasi besar yang sudah berpondasi sejak lama di Indonesia ternyata kini mulai melihatkan sisi sinisme yang tinggi karena beda hari puasa. Kini orang (yang katanya) Islam memperlihatkan batas bloknya yang juga sesama Islam. Sungguh miris.


Islam terus berkembang dengan berbagai pemikiran baru. Islam terus mengalir dengan hukum yang disesuaikan perkembangan zaman. Itulah mengapa banyak organisasi Islam yang terpecah dengan pemikirannya masing-masing. Itu tidak masalah, asalkan toleransi masih di jaga hingga kini. Masalahnya, kini toleransi lebih murah dibanding harga jengkol yang sudah menembus ratusan ribu per kilonya.

Saya menyadari sebagai seorang Muslim yang dididik oleh sekolah Muhammadiyah (al-Azhar Indonesia) kadang risih disaat ada orang yang memblokade dirinya tidak sama dengan Muhammadiyah. Apa masalahnya? Apa karena Muslim yang lain di back-up oleh MUI (Pemerintah) jadi lebih bermayoritas? Kecewa rasanya melihat orang (yang katanya) Islam itu membuat jurang pembatas yang jelas-jelas sesama ISLAM.

Tidak sedikit orang mulai terpancing bersilat lidah demi keyakinannya benar. Tidak sedikit juga yang meregangkan tali silaturahim karena beda hari puasa. Harusnya sebagai orang Islam, haruslah bijaksana, haruslah bertoleransi, itulah mengapa Islam terus berkembang namun dalam satu tuntunan, Al-Qur'an dan Al-Hadist. Harusnya setiap orang akan memahami apa yang mereka yakini, dan orang lain yakini. Itulah Islam yang damai, yang rukun, yang saling berintegrasi.

Layaknya sebuah gelas dengan isi setengah air, ada yang mengatakan setengah penuh atau setengah kosong. Semua punya pandangannya sendiri. Bahkan kalau saya mengintruksikan untuk berfikir tentang "Gajah" apa yang akan anda pikirkan? Depannya? Sampingnya? Kupingnya? Belalainya?? Itulah yang saya maksud dengan kenyakinan berpendapat.

Kini masalah itu tidak harusnya disikapi dengan sikap provokatif. Ingatkan, "Manusia diciptakan bersuku-suku, berbangsa-bangsa, agar saling mengenal." Jangan asal bicara menentang suatu ajaran, hendak kita lebih mengenal yang kita tentang sekarang. belajar dan terus belajar, karena dengan belajar dan memahami perbedaan, nantinya kita akan merasakan kebersamaan. Senyum damai dan perasaan nyaman pun akan hingga disetiap qalbu setiap orang.

Wallahua'lam Bish Shawab


Salam Senyum,
Freddy Yakob

Postingan Populer