Ayam Goreng Ulang Tahun

Seperti biasa, sepertinya kesibukan Ibukota telah mengutuk manusia menjadi budak teknologi, budaknya para konglomerat, budaknya waktu. Sampai-sampai untuk melilhat keadaan sekitar pun menjadikan kita tak sempat lagi.

Hingga suatu saat pernah saya sedang makan pecel ayam di pinggir jalan. Ya makan pecel lele, sambel, tempe, kol goreng, dan dua porsi nasi. Sepaket pesanan yang harus ada dan disempurnakan dengan teh tawar hangat. Kebiasaan ini biasanya saya selalu lakukan, paling tidak sekali seminggu.

Suatu saat tersebut saya melahap seperti biasa hidangan yang panas itu, nikmat sekali. Tak lama datang seorang lelaki agak sedikit tua, mungkin umur 40an, menggunakan kaos warna biru gelap, celana panjang dengan lubang-lubang semut, dan topi yang tak lagi putih. Namun wajahnya tak sesuram pakaiannya, dengan semangat dia memesan ayam goreng dan nasi putih yang hangat, jumlahnya 2 piring.

Pas suapan terakhir saya telan, pesanan dia matang. Rasanya tak sabar karena saya penasaran, Pak tua itu haya berdiri sampai masakannya matang, selain itu dia pesan dua, untuk siapa?

belum tangan saya ini di lap tisu, sudah terdengar ketawa anak kecil, yang senang dan gembira, akhirnya saya memburukan melongok ke jalan, betapa harunya, anaknya yang sedang duduk di dalam gerobak loak itu sedang makan nikmat bersama Ibunya. Tapi, kenapa sayang ayah tetap berdiri, ternyata Pak tua itu hanya tersenyum melihat kedua orang yang dikasihinya menikmati sajian ayam goreng.

Tak lama Pak tua berkata pada anaknya, "Selamat Ulang Tahun nak, makan yang banyak biar cepat besar, dan cepat masuk sekolah biar pintar." Sesaat itu hati ini seperti banyak diserbu militan jarum yang menusuk hingga tembus kebelakang, sakit, sedih, haru...

Saya kembalikan badan saya yang separuh terliat dari jalan, masuk ke dalam. Rasanya air mata tak bisa dibendung, langsung saya meminta berapa yang harus saya bayar, sambil membisiki kepada mas pecel lele, "Mas bikinkan juga untuk pak tua 1 porsi lagi, dan makanan semuanya biar saya yang tanggung"

Ada secercah rasa yang mulai tenang, namun tetap hingga sampai rumah, biar kata sudah dibayari, saya merasa masih kurang membantu, saya melihat kembali, akankah nanti di akhir tua saya akan begitu. Apa mungkin nanti kalau saya kaya lupa dengan hal itu, aahh, Tuhan kenapa Engkau begitu pintar menyindir hamba-Mu yang lupa pada nikmat mu.

Segera mungkin saya menginstropeksi diri, menngenal diri yang sudah hilang dari rasa syukur, dari rasa yang selama ini saya dan mungkin anda lupakan. Rasa syukur tak cukup rasanya dengan mengucap hamdallah, perlu lebih dari itu, lebih dari kehidupan kita, lebih dari perbuatan kita, karena Tuhan sebenarnya sudah menegur kita sejak dahulu, 

فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan? (QS Rahman)

Semua kembali padaya, semua akan terasa cukup jika kita bersyukur, nikmati hidangan mu sekarang dan ingat sesungguhnya bagian diri mu adalah milik orang lain. Bagian senyummu ada kebahagiaan untuk orang lain.

Selalu Senyum,
Freddy Yakob

Postingan Populer